BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan
di Negara kita ini sangatlah memprihatinkan jika dibandingkan dengan Negara –
Negara lain seperti Korea Selatan, Singapura, Jepang , Taiwan, India, Cina, dan
Malaysia ataupun Negara – negraa lain yang sudah mengalami kemajuan yang sangat
pesat pada bidang pendidikan. Pada satu sisi, betapa dunia pendidikan di
Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar, sedangkan pada sisi lain
tantangan memasuki millennium ketiga tidak bisa dianggap main – main. Sedangkan
tantangan yang dihadapi agar tetap “ hidup “ memasuki millennium ketiga adalah
perlunya diupayakan :
1. Pendidikan
yang tanggap terhadap situasipersaingan dan kerjasama global.
2. Pendidikan
yang membentuk pribadi yang mampu belajar seumur hidup.
3. Pendidikan
yang menyadari sekaligus mengupayakan pentingnya pendidikan nilai.
Mantan
Menteri Pendidikan Nasional ( Mendiknas ) Abdul Malik Fajar mengakui kebenaran
penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangatlah buruk di kawasan Asia.
Dengan kondisi pemerintah sekarang yang masih harus menganggung beban krisis
yang begitu berat, rasanya tidaklah tepat apabila kita menunggu kebijakan dari
pemerintah pusat untuk membenahi kondisi pendidikan kita. Sehingga semua pihak
yang bertanggung jawab atas kondisi dan sistem pendidikan yang ada di Negara
kita hendaknya ikut memikirkan bagaimana caranya agar pendidikan di Indonesia
data mengalami kemajuan seperti Negara – Negara lain.
Setiap
bangsa tentu memiliki sistem pendidikan. Dengan sistem pendidikan itu, suatu
bangsa mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap, agama
dan ciri – ciri watak khusus yang dimilikinya dengan cara tertentu kepada
generasi penerusnya, agar mereka dapat
mewariskannya dengan sebaik – baiknya. Melalui sistem pendidikan itu,
suatu bangsa data memelihara dan mempertahankan nilai – nilai luhur, serta
keunggulan – keunggulan mereka dari generasi ke generasi. Sejalan dengan
tumbuhnya perkembangan yang pesat dari ilmu – ilmu sosial pada akhir abad 19,
tertuju perhatian pada pengakuan adanya hubungan yang dinamis antara pendidikan
dengan masyarakat atau Negara tertentu. Pendidikan dipandang sebagai cerminan
dari suatu masyarakat atau bangsa, dan sebaliknya suatu masyarakat atau bangsa
dibentuk oleh sistem pendidikannya. Pendidikan komparatif membahas perbandingan
secara ilmiah, dan mempunyai tujuan untuk melihat persamaan dan perbedaan, kerja sama,
pertukaran pelajar antar bangsa dalam memciptakan perdamaian dunia. Pendapat
tersebut sebagai usaha menanamkan dan menumbuh kembangkan rasa saling
pengertian dan kerja sama antar bangsa, demi terpeliharanya perdamaian dunia,
melalui proses pendidikan. Pendidikan komparatif juga diperlukan, untuk melihat
kemajuan, kualitas pendidikan di Negara maju dibandingkan dengan Negara berkembang.
Dengan
kondisi pemerintah sekarang yang masih harus menanggung beban krisis yang
begitu berat, rasanya tidaklah tepat apabila kita menunggu kebijakan dari
pemerintah pusat untuk membenahi kondisi pendidikan kita. Sehingga semua pihak
yang bertanggung jawab atas kondisi dan sistem pendidikan yang ada di negara
kita hendaknya ikut memikirkan bagaimana caranya agar pendidikan di Indonesia
dapat mengalami kemajuan seperti negara-negara lain.
Berdasarkan
uraian diatas alangkah berdosanya kalau kita sebagai generasi bangsa tidak ikut
bertanggung jawab atas sistem pendidikan di negara kita tercinta ini. Di
samping itu kita akan melihat kurikulum pendidikan di Indonesia yang sudah
beberapa tahun ini mengalami reformasi kurikulum yaitu dari kurikulum tahun 1947,1968,1975,
1984, 1994, 2004 dan KTSP 2006 hingga sekarang.
Dalam
pembahasan nanti kita akan melihat gambaran dan karakteristik dari
masing-masing kurikulum tersebut, sehingga kita akan mengetahui kelemahan
ataupun kelebihan dari masing-masing kurikulum tersebut.
Bila
kurikulumnya di desain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan
segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik, tentu out put
pendidikan akan mampu mewujudkan harapan. Tetapi bila tidak, kegagalan demi
kegagalan akan terus menghantui dunia pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang
diatas, yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa
pengertian dari Kurikulum ?
- Menjelaskan Gambaran dan ciri kurikulum yang pernah digunakan di Indonesia !
1.3
Tujuan Penulisan
Dari perumusan
masalah di atas, dapat diambil beberapa tujuan penulisan antara lain :
1. Untuk
mengetahui pengertian dari Kurikulum.
2. Untuk
memberikan kejelasan tentang gambaran dan ciri kurikulum yang pernah digunakan
di Indonesia.
1.4
Pembatasan Masalah
Dalam makalah
ini, penulis membatasi permasalahan yang akan di bahas pada makalah ini
meliputi pembahasan pengertian Kurikulum dan Gambaran dan ciri Kurikulum yang
pernah digunakan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan pengembangan kurikulum adalah istilah
yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal diantaranya
adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah
langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan
mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru
dan peserta didik. Penerapan kurikulum atau biasa disebut juga implementasi
kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan
operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan
kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat
ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum
itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang
terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan
banyak orang. Seperti:
politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat
lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Pengembangan kurikulum adalah istilah
yang komprehensif, di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan, dan evaluasi
(Sudrajat, 2009). Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum
ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk
menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik.
Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi
kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan
seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program
yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Pengembangan kurikulum tidak hanya
melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di
dalamnya melibatkan banyak orang, seperti politikus, pengusaha, orangtua
peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan
dengan pendidikan. Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan
pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang
akan menjiwai suatu kurikulum.
Kurikulum yang ada pada pendidikan
sekolah menurut Hamzah (2008) mengalami stagnasi, statis, dan berorientasi pada
materialitas. Stagnasi terlihat dari adopsi dan replikasi kurikulum pendidikan
sekolah. Nuansa hegemoni pada dunia pendidikan sekolah terasa mengental, bahkan
menuju ke arah status quo kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah
telah mengalami perubahan, pengurangan, dan penambahan muatan materi, akan
tetapi sekolah tidak melakukan perubahan kurikulum atau mengalami stagnasi
kurikulum yang berkelanjutan.
Lebih lanjut Hamzah (2008) berpendapat
kenyamanan karena adanya hegemoni tersebut membuat pola pikir dan arah nalar
para pendidik dan peserta didik terpasung dalam pendidikan yang menjerumuskan
bukannya pendidikan yang membebaskan. Untuk itu, internalisasi sikap, perilaku,
dan tindakan kritis pada kurikulum pendidikan sekolah perlu dilakukan. Hal ini
ditunjukkan dengan melakukan kajian kritis pada setiap adopsi dan replikasi
kurikulum yang digunakan oleh sekolah.
Kestatisan pada kurikulum pendidikan
sekolah terlihat dari tidak adanya kreativitas dalam kurikulum tersebut. Kalau
terdapat kreativitas, itu pun mengarah pada materialitas yang selama ini sudah
didoktrinkan oleh beberapa pendidik kepada peserta didik. Ketiadaan kreativitas
ini terbelenggu dengan adanya pembatasan kurikulum yang semata-mata mengacu
pada hal-hal yang bernuansa ekonomi dan hitungan saja. Pengembangan intuisi, imajinasi,
dan inspirasi yang mengarah pada inovasi tidak atau kurang diinternalisasi pada
kurikulum. Begitu pula keterkaitan pendidikan sekolah dengan ilmu-ilmu sosial
lainnya kurang begitu diperhatikan.
Adanya pemasungan kreativitas pada
kurikulum tersebut mengakibatkan terhambatnya daya inovasi, inspirasi, dan
imajinasi sekaligus menumpulkan intuisi dalam pengembangan pendidikan sekolah.
Keterjebakan kurikulum pendidikan sekolah pada stagnasi dan statis menurut
Hamzah (2008) menjadi dilematis dengan mengarahkannya kepada materialitas.
Nilai mentalitas, seperti kejujuran, keadilan, kasih, dan sayang masih belum
nampak di dalam kurikulum pendidikan sekolah.
Hal ini dipertegas oleh Topatimasang
dan Fakih (2007) yang menyatakan kurikulum pendidikan sekolah cenderung
menafikan nilai mentalitas, tetapi mengutamakan nilai materialitas.
Keseimbangan muatan kurikulum pada nilai materialitas dan mentalitas berjalan
berat sebelah. Strategi balanced scorecard yang diajarkan pada intinya
dimuarakan pada kepentingan materialitas bukan pada keseimbangan antara
materialitas dan mentalitas. Hal ini dapat mengakibatkan keluaran dari
pendidikan sekolah adalah insan-insan yang materilitas dan distigma.
Oleh karena itu strategi pembelajaran
pada pendidikan sekolah harus diberi fondasi terlebih dahulu dengan
internalisasi sosiologi kritis, inovasi, kreativitas, dan mentalitas (Agger,
2006). Hal ini tidak berhenti pada fondasi saja, tetapi juga diupayakan
merasuki kurikulum yang ada pendidikan sekolah. Selain itu, juga mengubah strategi
pembelajaran yang selama ini berdasarkan pada konsep reproductive view of
learning menjadi constructive view of learning. Konsep ini pada
dasarnya membangun tanpa merusak fondasi yang sudah baik pada proses belajar
mengajar selama ini.
Konsep reproductive view of learning
yang selama ini dihasilkan hanya menghasilkan keluaran yang bersifat mengikut
saja tanpa mampu bersikap kritis, kreatif, dan mempunyai nilai-nilai mental.
Ini berbeda dengan konsep constructive view of learning yang berpegang
pada nilai-nilai kritis, kreatif, dan nuansa mentalitas. Dalam konsep ini agar
dihasilkan mutu pendidikan tinggi akuntansi yang berkualitas, maka anak didik
diinternalisasi dengan sikap kritis. Salah satu diantaranya adalah dengan
paradigma dekonstruksi, keluar dari kotak awal pengetahuan yang membelenggu,
serta dijiwai nilai-nilai mentalitas berupa kejujuran, keadilan, kasih, dan
sayang.
- Gambaran dan ciri kurikulum yang pernah digunakan di indonesia
Dunia
pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali melakukan perubahan kurikulum hal
ini dilakukan dalam rangka menyempurnakan system pendidikan di Indonesia yang
dinilai sangat buruk dikawasan asia. Perjalanan kurikulum pendidikan di
Indonesia meliputi:
1)
Kurikulum
1947
Kurikulum
yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada awal kemerdekaan ialah
kurikulum 1947 yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan bangsa Indonesia.
Penerbitan UU No. 4 tahun 1950 merumuskan pula tujuan kurikulum menurut jenjang
pendidikan. Sekolah mengharuskan menyempurnakan kurikulum 1947 agar lebih
disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia. Berikut ini
ciri-ciri Kurikulum 1947 :
- sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947),
- menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah,
- jumlah mata pelajaran : Sekolah Rakyat (SR) – 16 bidang studi, SMP-17 bidang studi dan SMA jurusan B-19 bidang studi
2)
Kurikulum
1968
Kurikulum
1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi pelajaran dengan
pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional
(correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan
dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran
masih terlihat jelas. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat
teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar.
Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsur
mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan
disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
Berikut
ciri-ciri kurikulum 1968 :
- sifat kurikulum correlated subject,
- jumlah mata pelajaran SD-10 bidang studi, SMP-18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang studi,
- penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
3)
Kurikulum
1975
Di
dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi dicantumkan tujuan kurikulum,
sedangkan pada setiap pokok bahasan diberikan tujuan instruksional umum yang
dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang memiliki tujuan
instruksional khusus. Dalam proses pembelajaran, guru harus berusaha agar
tujuan instruksional khusus dapat dicapai oleh peserta didik, setelah mata
pelajaran atau pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru. Metode penyampaian
satun bahasa ini disebut prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Melalui PPSI ini dibuat satuan pelajaran yang berupa rencana pelajaran setiap
satuan bahasan.
Ciri-ciri
kurikulum 1975:
- Berorientasi pada tujuan
- Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
- Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
- Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
- Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
4)
Kurikulum
1984
Kurikulum
1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Asumsi yang
mendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini adalah bahwa kurikulum merupakan
wadah atau tempat proses belajar mengajar berlangsung yang secara dinamis,
perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan
kondisi dan perkembangan masyarakat..
Kurikulum
1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Berorientasi kepada tujuan instruksional.
- Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
- Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
- Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
- Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
- Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
5)
Kurikulum
1994
Dengan
mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada ketentuan-ketentuan
yuridis dan akademis di atas, maka diharapkan kurikulum 1994 telah mampu
menjembatani semua kesenjangan yang terdapat dalam dunia pendidikan di sekolah.
Namun, harapan itu sepertinya tidak terwujud sebagaimana diperlihatkan oleh
sedemikian banyak dan gencarnya keluhan pengelola pendidikan mengenai berbagai
kelemahan dan kekurangan kurikulum 1994. Adapun ciri-ciri kurikulum 1994 adalah
sebagai berikut :
- Sifat kurikulum objective based curriculum,
- Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
- Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
- Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
- Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial
- Nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama),dan SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum)
- Penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,
- SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG)
Aspek
yang dikedepankan dalam kurikulum 1994 ialah terlalu padat, sehingga sangat
membebani siswa yang berpengaruh pada merosotnya semangat belajar siswa,
sehingga mutu pendidikan pun semakin terpuruk. Akibatnya adalah siswa enggan
belajar lama di sekolah. Jika sejak awal siswa dicemaskan dengan mata pelajaran
yang menjadi momok di sekolah, maka mereka akan menjadi bosan dan kegiatan
belajar mengajar menjadi menyebalkan.
Selain
itu, penetapan target kurikulum 1994 dinilai dan dikecam berbagai pihak antara
lain sebagai dosa teramat besar dari departemen pendidikan dan kebudayaan yang
mengakibatkan kemerosotan kualitas pendidikan secara berkesinambungan tanpa
henti , bahwa adanya target kurikulum telah menjadi salah satu factor pemicu
untuk penggantian kurikulum baru. Kurikulum 1994 yang padat dengan beban yang
telah menghambat diberlakukannya paradigma baru pendidikan dari siswa kepada
guru, yang menuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan dalam rangka
pengelolaan pendidikan. Kurikulum yang padat juga melanggengkan konsep
pengajaran satu arah, dari guru murid, karena apabila murid diberikan kebebasan
mengajukan pendapat, maka diperlukan banyak waktu, sehingga target kurikulum
sulit untuk tercapai.
6)
Kurikulum
Berbasis Kompetensi ( KBK )
Harapan
masyarakat terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia, pada hakikatnya adalah
adanya komunikasi dua arah yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar menjadi
interaktif dan menyenangkan, baik bagi siswa maupun bagi guru. Belajar
menyenangkan itulah sebenarnya konsep pendidikan yang dapat membawa peserta
didik (siswa) untuk menguasai kompetensi akademik, kompetensi sosial, dan
kompetensi kepribadian. Harapan-harapan inilah yang seharusnya diakomodasi di
dalam penyusunan kurikulum.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) yang hanya berlaku sampai tahun 2006 di
sekolah-sekolah pada dasarnya adalah merupakan gagasan dari Kurikulum Berbasis
Kemampuan Dasar (KBKD) yang memfokuskan pada wujud pertumbuhan dan perkembangan
potensi peserta didik. KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan
belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Berhubung
kurikulum 2004 yang memfokuskan aspek kompetensi siswa, maka prinsip
pembelajaran adalah berpusat pada siswa dan menggunakan pendekatan menyeluruh
dan kemitraan, serta mengutamakan proses pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual (contextual teaching and learning atau CTL)
Dalam
pelaksanaan kurikulum yang memegang peranan penting adalah guru. Guru
diibaratkan manusia dibalik senjata kosong yang tidak berpeluru. Oleh karena
itu, diperlukan kreativitas guru untuk mengisi senjata itu dan membidiknya
dengan cermat dan tepat mengenai sasaran. Keberhasilan kurikulum lebih banyak
ditentukan oleh kualitas dan kompetensi guru. Oleh karenanya, tidak berlebihan
apabila dalam diskusi mengenai “Potret Pendidikan di Indonesia dan Peran Guru
Swasta”, J. Drost (2002) menegaskan bahwa materi kurikulum, terutama untuk mata
pelajaran dasar, di seluruh dunia pada dasarnya sama. Yang membedakannya adalah
cara guru mengajar di depan kelas.
Inti
dari KBK adalah terletak pada empat aspek utama, yaitu : 1) kurikulum dan hasil
belajar, 2) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah, 3) kegiatan belajar
mengajar, dan 4) evaluasi dengan penilaian berbasis kelas.
Kurikulum
dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang
perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. Kurikulum
dan hasil belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar dan indikator dari TK
(Taman Kanak-kanak) dan Raudhatul Athfal (RA) sampai dengan kelas XII (kelas
III SMA). Penilaian berbasis kelas memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan
penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas
publik melalui identifikasi kompetensi atau hasil belajar yang telah dicapai,
pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai, serta peta
kemajuan belajar siswa dan pelaporan. Kegiatan belajar mengajar memuat gagasan
pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang
ditetapkan, serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola
pembelajaran agar tidak mekanistik. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah
memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain
untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan
pembentukan jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat
kurikulum, antara lain silabus, pembinaan professional tenaga kependidikan, dan
pengembangan sistem informasi kurikulum.
Peran
dan tanggung jawab dalam pengelolaan kurikulum berbasis sekolah diberikan
kepada sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota, Dinas Pendidikan Provinsi
dan Tingkat Pusat. Peran dan tanggung jawab sekolah untuk meningkatkan
komunikasi dengan berbagai pihak untuk mensosialisasikan konsep KBK, menetapkan
tahap dan administrasi KBK, menata ulang KBK penempatan guru pada kelas secara
optimal, memberdayakan semua sumber daya dan dana sekolah, termasuk dalam
melibatkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk pelaksanaan kurikulum
secara bermutu.
7)
KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum
2006 atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan yang berlaku dewasa ini di Indonesia. KTSP
diberlakukan mulai tahun ajaran 2006/2007 yang menggantikan kurikulum 2004
(KBK). Kurikulum ini lahir seiring dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Salah satu perbedaan KTSP
dibandingkan dengan kurikulum yang pernah berlaku sebelumnya di Indonesia
adalah terletak pada sistem pengembangannya. Pengembangan kurikulum sebelum
KTSP dilakukan secara terpusat (sentralistik), sedangkan KTSP merupakan
kurikulum operasional yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan karakteristik dan perbedaan daerah (desentralistik).
KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum, kalender pendidikan, dan silabus. Secara substantive, pemberlakuan
kurikulum 2006 merupakan implementasi regulasi yang telah dikeluarkan yaitu PP
no 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Akan tetapi, esensi isi
dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya
paket-paket kompetensi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) dan bukan pada
tuntas tidaknya sebuah subject matter.
Dengan
demikian, kurikulum 2006 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Sebagai
kurikulum operasional di tingkat satuan pendidikan, KTSP memiliki peluang untuk
dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip:
- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
- Beragam dan terpadu.
- Tanggap terhadap perkembangan Iptek .
- Relevan dengan kebutuhan masa kini dan masa datang.
- Menyeluruh dan berkesinambungan
- Belajar sepanjang hayat
- Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Pada
hakikatnya KTSP merupakan kelanjutan dari kurikulum 2004. Sebab tidak banyak
perubahan berarti yang dilakukan. Yang tampak jelas berubah adalah penentuan
mata pelajaran masing-masing bidang studi dengan penjabaran aspek-aspeknya.
Persoalan baru itulah yang dirasakan oleh guru menjadi beban berat. Belum lagi
soal kerepotan dan kerumitan nilai dalam proses evaluasi belajarnya.
Dengan
dasar Permendiknas Nomor 22, 23 dan 24 tentang Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) serta peraturan pelaksanaannya, maka kurikulum 2006
diberlakukan untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya yang baru berusia dua
tahun.
Dalam
pelaksanaannya kurikulum terbaru tersebut mengalami berbagai kendala. Terutama
persoalan minimnya sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung
pendidikan dan terutama sekali kesiapan guru dan sekolah untuk menyusun dan
mengembangkan kurikulum sendiri. Namun oleh Depdiknas persoalan itu
diantisipasi dengan diluncurkannya panduan KTSP yang disusun oleh BSNP.
Kenyataannya sampai saat ini kurikulum 2006 itu terkesan masih dijalankan
dengan setengah hati karena berbagai kebijakan dan landasan yuridisnya belum
dipenuhi secara konsekuen oleh pemerintah.
Disamping
masalah itu juga ada masalah lain dari kurikulum ini yaitu karena jam pelajaran
dikurangi maka para guru honorer akan berkurang penghasilannya. Hal ini juga
harus diperhatikan demi kesejahteraan guru dan demi kelancaran proses
pengajaran.
Perbedaan
mendasar yang terdapat dalam kurikulum 2006 dibandingkan kurikulum sebelumnya
adalah kurikulum 2006 bersifat desentralistik artinya sekolah diberi kewenangan
secara penuh untuk menyusun rencana pendidikan dengan mengacu pada standar yang
telah ditetapkan (SI dan SKL) mulai dari tujuan, visi dan misi, struktur dan
muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan
silabusnya. Namun, kewenangan dan kebebasan sekolah tersebut dalam
penyelenggaraan program pendidikannya tetap harus disesuaikan dengan (1)
Kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar
yang tersedia, dan (4) kekhasan daerah. Dalam pelaksanaannya, orang tua dan
masyarakat dapat berperan dan terlibat secara aktif sebagai mitra sekolah dalam
mengembangkan program pendidikannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjalanan
pendidikan dan kurikulumnya sepanjang sejarah bangsa Indonesia merdeka,
menunjukkan praktek pendidikan tidak pernah lepas dari metode uji coba
kebijaksanaan di bidang pendidikan. Begitu mudah berubah. Kurikulum pendidikan
yang seharusnya tidak gampang diubah, sebelum ada pengkajian dan riset yang
mendalam, telah menyebabkan sekor pendidikan di tanah air belum mampu mengatasi
ketertinggalan bangsa ini dalam mengikuti kompetisi regional dan global.
Dampak
berikutnya, banyak kebijakan yang dilakukan sebagai kebijakan yang bersifat
instant dan tidak didasari atas pertimbangan pedagogis edukatif. Ke depan yang
perlu dilakukan bukan mengkutak-katik kurikulum yang sudah ada, melainkan kita
harus memusatkan perhatian yang serius pada pembenahan infrastruktur
persekolahan yang banyak mengalami kerusakan, seperti gedung-gedung, sekolah
yang telah runtuh dimakan usia. Selain itu perhatian serius juga harus
dipusatkan pada peningkatan kesejahteraan tenaga guru dan dosen, pemberian
akses kesempatan belajar yang seluas-luasnya bagi anak-anak didik sebagai garda
terdepan bangsa dalam memajukan pendidikan nasional.
Catatan
sejarah tentang pelapukan terhadap praktik pendidikan dan kurikulumnya, harus
segera diperbaiki kembali dengan memfokuskan perhatian pada isi, visi, misi dan
orientasi pendidikan yang berlandaskan pada pendidikan untuk semua rakyat
Indonesia tanpa terkecuali. Saatnyalah pemerintah menjadikan pilar pendidikan
sebagai prioritas utama pembangunan nasional bangsa ke depan. Saya khawatir
sepuluh tahun yang akan dating bangsa kita akan menjadi bangsa buruh atau kuli
di negerinya sendiri. Sekarang saja kita jauh tertinggal dengan Negara-negara
sesama anggota ASEAN lainnya. Kalau tidak segera pendidikan di tanah air
dijadikan prioritas utama pembangunan, sebenarnya secara kultural, bangsa ini
sudah menggali liang lahatnya sendiri. Semoga hal ini tidak terjadi dan menjadi
mimpi buruk bagi bangsa kita.
3.2 Saran
Mengenai
pembahasan yang telah dijabarkan oleh penulis dalam makalah ini, sebaiknya kita
sebagai genarasi muda harus bisa memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia yang sudah banayk mengalami kegagalan di dalam pendidikan. Semoga
dengan rencana turunnya kurikulum baru yang menggunakan pendekatan pendidikan
sains yang akan dilaksanakna data berdampak baik bagi pendidikan di Indonesia
serta kualitas dari para lulusan di Indonesia lebih berkualitas baik
eksistensinya di bidang akademik maupun di bidang non akademik yang lebih
dewasa dan mapan di dalam menghadapi era globalisasi yang terjadi di Indonesia.
Daftar pustaka
http://isfana-tadzkirah.blogspot.com/2009/07/kelebihan-dan-kelemahan-ktsp.html
http://ridwanudin.wordpress.com/perbandingan-kurikulum/
indriatisukorini.wordpress.com/2009/03/16/indryktp08-6/
rbaryans.wordpress.com/…/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah/
– 108k)
sanjaya,wina,Dr.
M.Pd.Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis
kompetensi,Jakarta:kencana prenada media group.
Syafruddin,M.Pd,Dr,H,
guru professional dan implementasi kurikulum,Jakarta: ciputat press,2002